Story

Sabtu, 01 Desember 2012

Cerpen : Terlalu Benci



Aku Kesha, hari ini hari pertamaku masuk sekolah. Sekarang aku sudah SMA. Aku tak boleh jadi anak yang cengeng lagi. Tapi aku sedih sekali karena sekarang aku hanya sendirian, tanpa teman-temanku. Ditambah lagi aku harus bersekolah di SMA swasta itu. Sebut saja SMA Aisyiyah. Semua teman-temanku lulus di SMA Negeri 13. aku memang tidak ingin masuk SMA Negeri 13, tapi kalau begini jadinya? Aku berharap bisa masuk SMA Methodist 1, SMA swasta terbaik di kotaku maka dari itu aku tidak belajar dengan baik sewaktu tes di SMA Negeri 13. Sayangnya, nenekku tidak setuju aku bersekolah di SMA Katholik itu.
MOS (Masa Orientasi Siswa), atau dalam sekolah ini disebut Fortasi (Forum Ta’aruf Siswa). Hari-hari dimana aku labil karena harus bersekolah ditempat yang bagiku paling buruk di komplek perguruan Muhammadiyah. Pagi-pagi sekali ibuku mengantarku ke sekolah aneh ini, aku berseragam rapi yang masih polos tanpa jahitan tanda pengenal, aku mengenakan jilbab putih dengan topi atribut Fortasi di atas kepalaku. Aku berdiri di DEPAN pintu pagar sekolah yang sudah berkarat, yang terlihat sulit untuk membukanya. Ku tatap jajaran kelas didalamnya. ‘ini buruk’ pikirku. Aku buka pintu pagar itu, terdengar suara yang sangat berisik dari pagar itu. Aku terlalu pagi datang ke sekolah, sehingga tak ada seorang pun yang aku temui di dalam sana kecuali penjaga sekolah. Aku duduk di bangku koridor kelas bawah. Kelas itu buruk sekali bagiku, sekoah ini sempit, luasnya saja hanya seperti lapangan basket ditambah lapangan voli di SMP ku dulu.
Tak lama kemudian, aku tersadar dari lamunanku dan menyadari kalau sekarang SMA ini ramai sekali. Kami dikumpulkan di lapangan, disana kami dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Terlihat senior berjajar rapi dan memperkenalkan diri satu persatu, mereka mengenakan pakaian yang rapi dengan rompi abu-abu sebagai penanda panitia Fortasi. Setelah mereka memperkenalkan diri, mereka menunjuk junior mereka untuk memperkenalkan diri juga. Kak Dina, senior kelas tiga mengambil alih acara selanjutnya.
“dik, sekarang kakak mau kamu, ya kamu yang pakai sweater biru di belakang. Ayo kesini, jangan sembunyi.” Panggil kakak senior yang manis itu kepada seorang anak laki-laki tinggi dan agak putih di barisan belakang. Perlu waktu lama membujuk anak laki-laki itu, aku pun ikut merasa kesal karena telah merepotkan dan telah membuat semua menunggu cukup lama. Setelah itu, anak itu berjalan kedepan barisan, namun ia tidak mau menghadap kedepan.
“siapa namamu dik?” tanya kakak Dina dengan ramah sambil menyodorkan mic.
“Haikal” jawabnya ketus.
“adik dari SMP mana? Ayo, jangan malu-malu, menghadap ke temannya dong.” Kakak itu menarik tangannya memberikan isyarat untuk menghadap ke arah teman-teman yang duduk.
“SMP 19” jawabnya mulai tidak nyaman.
“oke, Haikal, kamu tinggal dimana? Mungkin teman-teman disini ada yang mau tau Haikal tinggal dimana.” Tanya kakak itu lagi. Namun anak laki-laki itu menepis tangan kakak Dina dengan kasarnya sambil berteriak kearah kak Dina.
“cukup! aku mau pulang!”  ia meninggalkan kak Dina dan pergi begitu saja. Semua terlihat kaget karena bentakannya tadi. Kak Dina terdiam sejenak, dan pipinya agak memerah karena malu dibentak oleh juniornya didepan orang banyak. Aku pun kesal dan rasanya ingin sekali mematahkan hidung anak laki-laki yang sebaya denganku itu. ‘ih, cowok yang menyebalkan, kalo dia sekelas denganku nanti, aku tidak mau berteman dengannya, akan aku musuhi dia!’ kataku dalam hati yang berapi-api.
Fortasi telah berakhir, aku senang sekali karena aku tidak sekelas dengan bocah ingusan itu, rasanya seperti bebas dari kutukan. Kami siswa baru diwajibkan untuk mengikuti minimal satu ekstra kulikuler. Aku memilih Paskibra diantara dua puluh ekstra kulikuler. Paskibra ekskul yang simpel, hanya latihan dihari minggu dan forum setiap hari senin. Hari ini hari pertama latihan, cukup banyak yang datang. Mungkin sekitar lebih dari lima puluh orang. Kami dikumpulkan dalam satu ruangan yang cukup besar, dengan kursi dan meja yang berjajar rapi seperti barisan telur di dalam lemari pendingin. Aku duduk di barisan paling belakang. Tak kusangka bocah ingusan bernama Haikal itu mengikuti ekskul yang sama, Dia duduk di belakangku. Dia sangat menyebalkan, dia orang yang paling tidak tahu aturan yang pernah aku temui. ia mengobrol, berjalan kesana kemari, seenaknya saja. ‘tuhan, kutukan apa ini?’ rintihku dalam hati.
Saat waktu Isoma (Istirahat, Sholat, Makan) tiba. Kami makan ditengah lapangan dengan membuat satu lingkaran besar, disana kami meletakkan botol air mineral 1,5 liter ditengah lingkaran itu, kemudian Kami membuka bekal yang disuruh senior bawa sebelumnya. Kami diberi waktu sekitar lima menit untuk menghabiskan makanan. ‘fiuh, setidaknya hari ini aku beruntung, karena aku membawa sedikit nasi.’ Aku gembira sekali. Seperti tadi, bocah ingusan itu membuat ulah. Ia mengambil sebotol air mineral dan meminumnya. Senior yang mengetahui hal itu membuat keputusan yang tak diduga oleh kami disana.
“apa yang kau minum?” tanya senior berbadan tinggi dan bermuka agak seram sambil merebut air mineral yang sedang Haikal minum.
 “tentu saja air!” bentaknya.
 “kau haus?” tanya senior tenang. Suasana ditengah lapangan hening seketika. Senior mengambil gelas yang ada di kumpulan air mineral, ia berjalan menuju kolam ikan dan mengambil segelas air kolam yang keruh dan ada telur kodok mengapung didalam kolam itu.
“minum ini!” bentak senior di depan muka Haikal, membuat Haikal terdiam untuk pertama kalinya.
“aku muak melihatmu yang seenaknya saja di paskibra ini! Kau kira kami apa hah? Kalau kau tidak suka dan tidak bisa mematuhi kami, enyahlah dari sini sekarang juga!” mata senior itu seperti berapi-api. Suaranya menggema karena kerasnya  teriakannya di hadapan Haikal.
“Baik!” ia tersadar dari keheningannya.
“begitu cara menjawab perintah dari senior?” senior itu menatap matanya dengan tatapan membara.
“Siap, Baik kak!!” giliran ia membentak senior.
‘waw, aku kira ia tidak akan berani. Kalau aku jadi dia, lebih baik aku berlutut minta maaf didepan senior, atau lebih baik ambil tas dan pulang.’ Aku tertawa sinis sambil menyayangkan apa yang telah ia lakukan.
“dan semuanya! Juga kebagian satu gelas air kolam yang sejuk disana!”
‘apa! Sialan, apa-apaan ini? Aku bukan temannya dan aku membencinya, tapi aku juga harus menderita karena bocah ingusan itu?’ aku terbelalak, hanya itu yang ada difikiranku. Semua orang sudah meminumnya, sekarang giliranku. Aku memejamkan mataku sambil meminum segelas air kolam yang penuh lumut itu. ‘dasar bocah iblis!’
“paskibra memiliki kebersamaan! Jadi jangan coba-coba membuat ulah kalau tidak mau teman kalian tersiksa karena kalian!” teriak senior lagi. ‘aku tidak berteman dengannya, bahkan aku membencinya!’ aku mengumpat sambil menatap langit dan menahan mual yang amat sangat menyiksa.
Kami memasuki ruangan kembali, disana para senior dan alumni duduk di kursi yang menghadap ke kami, junior mereka. Saatnya penyampaian materi seputar paskibra. Uh.. kesalnya aku karena itu tanda saatnya kita mencatat. Haikal si bocah ingusan menanyai teman disebelahku.
“hai gadis, boleh kenalan?” rayunya. Tapi teman disebelahku tidak menanggapinya
“hey kau, siapa namanya?” ia berkata kepadaku sedikit sinis. ‘dasar bocah iblis!’
“cari tahu sendiri!!” jawabku tak kalah sinis sambil menahan mual.
“waw, hebat sekali kau.  Tidak sopan sekali kau bicara padaku.” Jawabnya meremehkan.
“hey, bukankah kamu yang tidak sopan? Lebih baik sekarang kau diam.” Jawabku kasar. Dia tidak memperdulikan perkataanku, namun ia tetap menatapku dengan sinis.
Keesokan harinya rasa air kolam itu masih terasa ditenggorokanku. Aku berdiri di depan kelasku, disana aku menyandarkan kepalaku ke tiang sambil tangan memegang perutku yang sedari tadi mual. Kelasku berada di lantai dua, yang menghadap langsung pagar sekolah. Terlihat kolam ikan itu dari atas, ada kodok yang berenang didalamnya.  ‘huek’ aku mual namun tetap kutahan ‘aku benci kodok!’ kataku dalam hati. Nafasku tak teratur, rasanya aku ingin menangis karena tidak percaya kalau kemarin aku meminum air dari surganya para kodok. ‘sabar.. sabar.. aku pasti kuat menjalani semua ini’ aku berkata dalam hati. Tiba-tiba temanku keluar kelas dan meludah dari atas, air ludah yang ia keluarkan jatuh dan masuk kedalam kolam yang berada dibawah, tepat mengenai kodok itu.
“HUEK!” aku memuntahkan air yang aku minum pagi ini. Aku tidak makan pagi karena selalu terbayang-bayang kolam menjijikkan itu.
Minggu kedua latihan paskibra, aku duduk sendiri dibawah bohon belimbing di dekat kolam, karena terlalu pagi, jadi disekolah hanya ada aku dan penjaga sekolah. Aku sudah tidak merasa mual lagi karena kolam itu, sudah tiga hari aku demam tinggi karena meminumnya. ‘Aku rasa itu cukup untuk membuat mualnya hilang’ gumamku. Aku tidak membawa bekal hari ini, aku hanya membawa beberapa nasi uduk pesanan teman-teman,   yang aku beli pagi ini. Beberapa saat kemudian, datanglah Haikal. Aku refleks menoleh kearahnya. ‘hah, bocah iblis ini lagi.’ Aku mendengus sambil membelakanginya dan membuang muka. Dia memarkir motornya dan berjalan ke arahku.
“apa itu?” tanyanya.
“nasi uduk.” Jawabku singkat tanpa menoleh kearahnya.
“dimana kau membelinya? Aku lupa membawa bekal, nih.”  Jawabnya sambil tetap berdiri dibelangku.
“didekat sini.” Jawabku singkat lagi. Ia menarik tanganku, membuatku refleks melihat ke arahnya, dan menatap matanya.
“bisakah kau temani aku?” tanyanya polos sambil tersenyum hangat. Hatiku bergetar. apa? Apa ini? Aneh sekali rasanya.
“baiklah. Tapi, bisakah kau melepas tanganku? Tanganmu bau minyak rambut.” Jawabku beralasan sambil terbata-bata. ‘tuhan, apa benar ini bocah iblis? Ternyata ia bisa bertampang polos seperti itu.’
Semingggu telah berlalu dari kejadian itu, aku merasa berbeda. Setiap hari aku ingin melihatnya walau dari kejauhan, Aku merasa khawatir kalau tidak melihatnya sehari saja, dan aku selalu mengirim SMS yang tidak penting jika dia tidak mengirim pesan kepadaku.
mengapa semua serumit ini? Aku tak tahu mengapa kamu tiba-tiba memenuhi tiap sudut di dalam otakku, hingga berlabuh di relung hatiku. Semua terjadi begitu cepat, tanpa teori dan basa-basi. Aku melihatmu, membencimu terlebih dahulu, dan sekarang aku rasa ini cinta. Benar-benar rumit, bukan? Kamu menjadi sumber semangat setiap hariku..sesederhana itukah cinta? membuat semua yang kulakukan tidak memerlukan alasan yang logis, semua aku lakukan begitu rapi. dan akhirnya aku mengerti.. aku jatuh cinta.
Tak lama dari perasaan itu muncul, aku mempunyai musibah dengan motorku yang selalu kupakai. Tanpa sungkan-sungkan ia menawarkan dirinya untuk mengantar jemputku tiap hari. Hari-hari itu berjalan dengan baik, perasaanku semakin dalam, namun aku tidak pernah nyambung jika berbicara kepadanya karena aku terlalu gugup.
Beberapa bulan telah berlalu, hubungan kami memang tidak selancar air yang mengalir. Terkadang banyak halangan. Kami belum pacaran, kami baru teman dekat. Namun kami selalu menjadi bahan candaan senior.
“cieee Kesha, sudah jadian sama Haikal.” Seru kak Icha yang tiba-tiba lewat didepan aku dan Haikal.
“hah? Emm, kata siapa.” aku mencoba menjelaskan status hubungan kami, tapi kak Icha langsung kabur. “ah, sudahlah.” Aku menyerah karena selalu kalah terhadap mereka. Haikal tertawa kecil melihat tingkahku.
Beberapa hari kemudian,Tidak lama dari sindiran kak Icha, Haikal menyatakan cinta padaku. Dan tanpa basa-basi aku menerimanya. Hubungan kami berjalan cukup lama, sampai akhirnya aku harus pindah sekolah karena suatu alasan. Namun Haikal tetap ingin berhubungan kontak denganku, walau aku berada diluar kota.


TamaT

2 komentar: